11.10 | Posted in
Negara Indonesia yang terdiri dari berbagai pulau, 33 propinsi dengan beragam bahasa dianugerahkan berbagai sumber daya alam yang melimpah ruah hingga perut bumi. Data menyebutkan Indonesia memiliki cadangan minyak sebesar 8,4 miliar barrel. Jumlah yang terlihat besar. Namun jika rata-rata produksi dipertahankan satu juta barrel perhari seperti saat ini (atau lebih), minyak mentah Indonesia akan habis dalam 24 tahun. Cadangan gas bumi disebut-sebut mencapai 165 triliun standar kaki kubik. Namun sekitar 60 persen dari produksi gas diekspor karena pasar domestik tidak didorong mampu menyerapnya.

Bumi kita diperkirakan mengandung cadangan batu bara 18,7 miliar ton. Dengan rata-rata produksi 250 juta ton per tahun, cadangan itu akan habis dalam 75 tahun. Sama halnya dengan gas 70 persen batu bara Indonesia diekspor. Belum lagi jika potensi energi-energi terbarukan dimanfaatkan. Sumber daya panas bumi mencapai 27.000 Mwe, tenaga surya 4,8 kWh per meter persegi per hari. Dengan semua potensi sumber daya alam yang dimiliki, Indonesia seharusnya sudah mencapai mimpi negara ripah. Ironis ketika angka-angka yang spektakuler itu disandingkan dengan kondisi yang dihadapi negara ini. Paradigma menjual sumber daya alam dalam bentuk bahan mentah yang masih dipertahankan membuat Indonesia sulit lepas dari
kutukan negara yang punya sumber daya berlimpah, tetapi jauh dari sejahtera. Harapan suatu saat Indonesia punya kedaulatan penuh atas sumber daya alam yang dimiliki ibarat menunggu godot.

Mayoritas proyek migas skala besar di Indonesia masih dipegang oleh perusahaan multinasional. Sebut saja pengembangan gas diblok Masela yang dikelola oleh Inpex Ltd atau pengembangan gas di laut dalam makassar oelh Chevron Corp. Sebagai syarat untuk mengembangkan gas di Masela, Inpex, perusahaan migas asal Jepang meminta agar semua gas diekspor ke negaranya. Chevron menyatakan bersedia memasok gas ke domestik apabila harganya kompetitif dengan harga ekspor. Meskipun Undang-undang Migas menyatakan bahwa hak kepemilikan minyak dan gas berada di di tangan negara, nyatanya negara tidak punya kontrol penuh atas kekayaannya.

Hendaklah Indonesia meniru negara Libya yang menetapkan porsi kepemilikan negeara sebesar 50 persen untuk tiap blok migas yang telah berproduksi? atau seperti di Malaysia, yang mewajibkan perusahaan multinasional menggandeng Petronas untuk blok yang berproduksi. Lemahnya kuasa negara juga tercermin dalam pengelolaan tambang. Sebagian besar bahan- bahan tambang diekspor dalam keadaan mentah tanpa melalui proses peningkatan nilai tambah. Sementara industri di dalam negeri justru mengimpor bahan baku yang bahan dasarnya sebenarnya terdapat di Indonesia seperti pelet, pig iron, sponge iron, dan alloy untuk industri baja.

Indonesia selalu bangga menjadi negara pengekspor terbesar batu bara di dunia. Padahal, jika dilihat dari segi cadangan, Indonesia hanya menempati urutan ke-8. Bandingkan dengan Amerika Serikat yang punya cadangan lebih dari 200 miliar ton atau China yang sekitar 140 miliar ton. Kedua negara itu memilih menyimpan cadangan batu baranya. Membiarkan semua bahan mineral tetap tersimpan di perut bumi mungkin menjadi pilihan lebih baik dibandingkan membiarkannya diekstraksi tanpa imbangan hasil yang cukup signifikan bagi negara.

Diperlukan kebijakan pemerintah yang pro rakyat sesuai amanah UUD 1945 pasal 33 ayat 3 bahwa :
"Bumi dan air dan kekayaan yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat."
Kekayaan Indonesia yang berlimpah ruah dan tertanan dalam perut bumi pertiwi kita ini, harus dimanfaatkan sebesar-besar kemakmuran rakyat untuk menjadikan Indonesia Sejahtera. Beberapa waktu lalu lewat debat Capres 2009 dikemukakan ide nasionalisasi asset Indonesia, memang nasionalisasi asset Indonesia tidak semudah diucapkan begitu saja tetapi harus dimulai dari sekarang dengan menggulirkan aturan main bagi para investor asing dalam mengeksplorasi kekayann energi Indonesia, jangan sampai kekayaan energi kita dirampok untuk keuntungan pihak luar bukan untuk kesejahteraan rakyat. Sangat ironis sekali jika saat sekarang kekayaan energi Indonesia diekplorasi oleh perusahaan asing secara besar-besaran, 20-30 tahun kemudian setelah kandungan energi Indonesia sudah menipis bahkan habis, Indonesia menjadi negara pengimpor energi untuk mencukupi kebutuhan energi nasional. Penelitian untuk menemukan energi alternatif dan mengoptimalkan energi terbarukan diperlukan untuk menghemat energi sambil mencari cadangan-cadangan energi baru untuk dimanfaatkan demi kesejahteraan masyarakat. Negara harus mempunyai kontrol penuh guna mewujudkan kedaulatan energi nasional.

Sumber : Sebagian diambil dari Koran Kompas Selasa, 9 Desember 2008 "Godot itu bernama Kedaulatan Energi"

Gambar : http://majarimagazine.com/2007/10/berapa-gaji-bekerja-di-oil-and-gas/
Category:
��

Comments

0 responses to "Kedaulatan Energi"