21.31 | Posted in , , ,
Perempuan Berkalung Sorban (Woman With Turban), sebuah novel karya Abidah El Khalieqy yang diangkat ke layar lebar oleh arahan sutradara Hanung Bramantyo. Cerita ini berlatar tahun 1985 di Jawa Timur yang kental dengan tradisi pesantren. Annisa seorang putri kyai salafiah Pesantern Alhuda, seorang perempuan dengan pendirian kuat, cantik, dan cerdas ini berusaha untuk mendobrak tradisi turun-temurun dari pengajaran pesantern. Pandangan kolot bapaknya dan para pengajar pesantren bahwa kedudukan lelaki lebih tinggi daripada kaum perempuan, tempat perempuan adalah didapur dan untuk berbakti pada suami, yang merupakan sumber pahala terbesar.


Pemikiran Annisa selalu bertolak belakang, sikap kritisnya terlihat semenjak kecil ketika Annisa duduk di sekolah dasar dan berambisi menjadi ketua kelas. Jabatan tersebut sebenarnya dapat diraih dengan perolehan suara yang mengungguli teman laki-lakinya, tapi apa boleh buat kebijakan gurunya yang memandang perempuan tidak pantas jadi pemimpin membuat geram Annisa. Keinginan yang kuat dan kekerasan hatinya juga terlihat ketika Annisa kecil bersikukuh untuk belajar berkuda, ia terinspirasi oleh seorang pahlawan wanita wanita berkuda yang dengan gagah berani membela kebenaran.

Hanya Khudori (Oka Antara), paman dari pihak Ibu, yang selalu menemani Anissa. Menghiburnya sekaligus menyajikan ‘dunia’ yang lain bagi Anissa. Diam-diam Anissa menaruh hati kepada Khudori. Tapi cinta itu tidak terbalas karena Khudori menyadari dirinya masih ada hubungan dekat dengan keluarga Kyai Hanan (Joshua Pandelaky), sekalipun bukan sedarah. Annisa merasakan adanya kasih (cinta) yang hilang ketika Lik Khudori berangkat ke Kairo untuk meneruskan studinya.

Hari-hari Annisa terasa sepi tak ada yang membelanya, tidak ada yang mau mendengarkan isi hatinya. Hanya dengan saling mengirim surat hatinya menjadi lega, karena tidak ada yang mengerti jalan pikirannya. Annisa tak berkutik ketika Kyai Hanan hendak menjodohkannya dengan anak seorang Kyai kaya yang juga memiliki pesantren. Tradisi kaku yang mengatakan Annisa harus tunduk, patuh, dan manut akan perintah bapaknya walau hatinya bersikeras untuk melanjutkan kuliah.

Hatinya hancur, dan berusaha menerima ketentuan (takdir) ilahi meski dengan berat hati merelakan cintanya dengan Lik Khudori. Apa yang terjadi ? ternyata Annisa tidak mendapatkan apa yang dinamakan mahligai pernikahan yang sakinah, justru sebaliknya keadaan tertekan, takut, dan jauh dari apa yang dibayangkannya. Annisa merasakan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dari suaminya Gus Sam. 'Gus' sebuah gelar kehormatan yang artinya cah bagus, gelar yang hanya disandang dari keturunan Kyai, namun prilakunya tak mencerminkan figur anak Kyai yang shaleh. Gus Sam cenderung bersikap kasar, brangasan, kejam, dan "maniac". Annisa selalu berusaha untuk mempertahankan keutuhan rumah tangga, walaupun ia sangat muak dengan prilaku suaminya yang menghamili wanita lain dan dengan berat hati menerima kehadiran sosok yang lain dalam rumah tangganya.

Hatinya berusaha ikhlas menerima segala derita rumah tangga, sampai pada satu titik yang tak dapat dibendungnya. Annisa berusaha untuk meminta cerai pada suaminya, tapi apa daya suaminya tak mengizinkannya. Ia terus berusaha untuk meminta kata cerai, sampai pada suatu kejadian disebuah gubuk yang memberikan perbedaan. Kejadian dimana Annisa berusaha mengadu pada Lik Khudori segala ganjalan di hati dan pikirannya, mencoba untuk meminta bantuannya agar berakhir penderitaannya, tapi apa jadinya fitnah melanda keduanya hingga harus bersedia menerima hukuman razam.

Peristiwa tersebut membuat Annisa menerima kata cerai, dan berusaha hijrah ke kota Jogjakarta untuk meneruskan kuliah dan terbebas dari belenggu pesantren yang memasungnya selama 17 tahun lebih. Annisa merasa "bebas", sejak dahulu ia mencari makna arti "kebebasan" ?, setiap orang memiliki definisi sendiri terhadap makna kebebasan, tetapi kebebasan seperti apa ?. Kebebasan yang benar-benar bebas tanpa perduli dengan "rambu-rambu" yang mengikat atau kebebasan yang sesuai dengan kodratnya ?. Di film ini juga berusaha mengkritik kebebasan berpacaran yang "kebablasan" dari dua orang muda-mudi yang mengartikan kebebasan menurut persepsinya.

Annisa menemukan kebebasan yang diinginkan sejak lama dan selalu diimpikannya, keinginan untuk membela hak-hak kaum perempuan dengan bergabung dalam tim advokasi pembela kaum perempuan, keinginan untuk mewujudkan cintanya dengan Lik Khudori. Khudori merupakan figur suami yang baik, berbeda dengan Gus Sam, Khudori memperlakukan Annisa dengan lemah lembut dan mendukung apa yang diperjuangkannya termasuk mendobrak tradisi pesantren yang menganggap buku-buku selain Al Qur'an tidak layak untuk dibaca. Annisa beranggapan bahwa para santri berhak tahu dunia luar dan dapat membedakan mana yang benar dan salah. Akhirnya Annisa berhasil mewujudkan perpustakaan pesantren dengan berbagai macam buku untuk menambah wawasan para santri dan berusaha menumbuhkan minat baca dan mengasah kemampuan menulis para santri, annisa menyadarkan kaum wanita juga harus memiliki peranan penting disamping laki-laki.

Film yang bagus untuk ditonton karena mengandung pesan moral dan mencoba untuk mengangkat permasalahan yang dari dulu diperdebatkan tentang kesetaraan gender antara kaum lelaki dan wanita. Dalam film ini digambarkan dua situasi perlakuan yang benar dan salah dari hubungan suami istri.

Benarkah kaum lelaki meiliki derajat yang lebih dibandingkan perempuan ?, layakkah perempuan menjadi pemimpin kaum laki-laki ?. Jika Anda membaca buku The Tao Of Islam (Kitab rujukan tentang relasi gender dalam kosmologi dan teologi islam) karya Sachiko Murata seorang Muslimah dari Jepang disana dipaparkan pada bab Perkawinan Manusia antara kedudukan antara laki-laki dan perempuan. Al Qur'an 2: 288 menyatakan bahwa Kaum pria satu derajat lebih tinggi daripada mereka [kaum wanita] tapi Para wanita itu mempunyai [hak atas suami mereka] sebagaimana hak [yang dipunyai suami mereka] atas diri mereka. Dibuku ini diuraikan dari sudut mana kaum lelaki mendapatkan sorotan yang lebih, dan kaum wanita mendapatkan porsi khusus dimata Nabi Muhammad.

Tentang hak-hak kaum wanita dibahas dibuku ini, diriwayatkan bahwa istri Mu'adz berkata "Wahai Rasulullah , apakah hak istri atas suaminya ?" Dia menjawab."Bahwa suami tidak boleh memukul istrinya diwajah dan tidak memperlakukannya dengan kejam, bahwa suami harus memberikan pakaian pada istrinya seperti pakaian yang dia pakai, dan bahwa suami tidak boleh menjauhkan diri dari istrinya. Nabi juga mengajarkan untuk bersikap lemah lembut terhadap istri dari sabdanya "Yang paling baik daintara kalian adalah yang paling baik terhadap istrinya, dan aku yang paling baik diantara kalian."

Tentang hubungan antara wanita dan laki-laki sebenarnya dapat saling mengisi tanpa adanya unsur yang lebih dominan, jika Anda ingin mempersepsikan manakah yang lebih layak menjadi pemimpin silahkan baca bukunya ?, bagaimana kelebihan dan kekurangan antara kaum laki-laki dan kaum wanita. Disana bisa ditemukan jawabannya ?.

Gambar : http://www.21cineplex.com/perempuan-berkalung-sorban,movie,2004.htm



��

Comments

3 responses to "Perempuan Berkalung Sorban"

  1. Anonim On 20 Januari 2009 pukul 11.20

    Wah jadi pengen baca The Tao of Islam...
    Dimana kira2 aku bisa dapet ya...?

    -Intan

     
  2. ludvy4life On 21 Januari 2009 pukul 20.37

    Gak tau ya, waktu itu sy nyari di Gramedia udah gak ada coz itu buku lama, eh saya dapetin di tempat jualan buku bekas di alun2 Bandung harganya murah lagi. Buku ini sangat bagus sekali (Tob), hasil rekomendasi dari Artis Marissa Haque katanya bagus, eh ternyata bagus walaupun termasuk bacaan berat.

     
  3. joe On 30 Januari 2009 pukul 11.37

    Jika kita baca buku “Kenapa Berbikini Tak LAnggar UU Pornografi,” (ada di gramedia) maka yang menolak UU POrn seharusnya mendukung, sebalilknya yang mendukung seharusnya menolak. Kenapa bisa begitu? Dunia memang sudah terbolak-balik. Biar kita tidak terbolak-balik juga, maka buku di atas sangat penting tuk dibaca.